Kamis, 24 Desember 2009

INsomnia

RENTAN PENYAKIT, PRODUKTIVITAS TURUN

Selain menurunkan daya tahan tubuh, insomnia berpengaruh pada stabilitas emosi. Penderita mudah terserang penyakit dan aktivitas sehari-hari bisa terganggu. Insomnia didefinisikan sebagai gangguan tidur yang dialami penderita, dengan gejala-gejala: merasa letih dan lelah sepanjang hari dan secara terus-menerus mengalami kesulitan untuk tidur. Selalu terbangun di tengah malam dan tidak dapat tidur kembali. Penderita terbangun lebih cepat dari yang diinginkan dan tidak dapat tidur kembali.Menurut dr. Rima, insomnia dibedakan menjadi susah tidur, selalu terbangun di tengah malam, dan selalu bangun jauh lebih cepat dari yang diinginkan.
Sebagian pakar mengatakan, insomnia bukanlah suatu penyakit tapi hanya rambu-rambu bahwa penderita memiliki penyakit fisik atau masalah psikis.
Menurut studi Nino Murcia, belum pernah ditemukan insomnia yang hanya disebabkan olah satu faktor saja. Ada empat faktor penyebab insomnia, yakni: (1) masalah psikologis, (2) penyakit fisik seperti asma, rematik, dan penyakit lambung; penggunaan obat-obatan dan alkohol, (3) lingkungan yang mengganggu seperti bising, terlalu panas atau terlalu dingin, (4) kebiasaan buruk.
Insomnia jangka pendek, jika keluhan sulit tidur terjadi dalam 1-4 minggu. Menurut Dr. Nurmiati Amir, Sp.KJ, insomnia jenis ini disebabkan stress yang terus menerus atau akibat penyakit akut. Bila mengalami sulit tidur selama lebih dari 4 minggu, bisa jadi insomnia kronis telah menyerang. “Penyebabnya, karena terjadi perubahan pada struktur kimia otak dan hormon otak, serta terdapat gangguan psikiatrik”.Diperkirakan, setiap tahun 20-40% orang dewasa mengalami sulit tidur, 17% di antaranya mengalami masalah serius.
Menurut data Internasional of Sleep Disorder, prevalensi penyebab gangguan tidur adalah:
 Penyakit asma ( 61-74%)
 Gangguan pusat pernafasan ( 40-50% )
 Kram kaki malam hari ( 16% )
 Psikologis ( 15% )
 Sindroma gelisah ( 5-15% )
 Ketergantungan alkohol ( 10%)
 Sindroma terlambat tidur ( 5-10%)
 Depresi ( 65%)
 Pikun ( 5%)
 Gangguan perubahan jadwal kerja ( 2-5%)
 Gangguan obstruksi sesak saluran nafas ( 1-2%)
 Penyakit lambung ( <1%)
 Narkolepsi atau mendadak tidur ( 0,03-0,16%)


Menurut Prof. Dr. HM Syamsulhadi, Sp.KJ, setidaknya ada lima jenis gangguan tidur yang sering dialami masyarakat, yakni: early insomnia, middle insomnia, late insomnia, intermittent insomnia dan total insomnia. Early insomnia yaitu, mengalami susah tidur. Middle insomnia dialami bila seseoran sering terbangun di sela tidur, meski bisa tidur pada waktunya. Late insomnia terjadi pada orang yang bisa tidur dengan mudah, tapi bangun lebih awal dari jamnya dan susah tidur lagi setelah tebangun. Intermittent insomnia, jika orang sering terbangun atau tidur terputus-putus. Total insomnia, jika orang tidak bisa tidur sama sekali.
Untuk pencegahan insomnia, Prof. Dadang Hawari menyarankan tidur dilakukan sebaiknya jangan kurang dari 6 jam/hari. Tidak masalah tidurnya dilakukan pada siang atau malam hari. Yang terpenting tidurnya bekualitas, ditandai dengan segar atau tidaknya saat bangun. “Meski tidur kurang dari 8 jam, tapi kalau saat terbangun tubuh terasa segar, itu bukan insomnia, “katanya dalam seminar New Treatment Option of Insomnia di Jakarta.
Saat mengalami insomnia, jangan mengkonsumsi obat penenang sembarangan. Perlu konsultasi dengan ahli untuk mendeteksi penyebab insomnia. Penderita disarankan konsultasi ke dokter lebih dahulu. Hal ini penting untuk mendeteksi apakah ada penyakit fisik atau emosional yang mendasarinya. Obat penenang hanya berfungsi sebagai pengobatan tambahan.
Untuk mengatasi gejala insomnia, dokter biasanya memberikan obat golongan sedatif-hipnotik. Tujuan pengobatan dengan obat-obatan sedatif-hipnotik bukan hanya untuk meningkatkan kualitas dan durasi tidur, tapi juga untuk menghilangkan periode terbangun saat tidur. Obat-obatan tersebut bekerja dengan menekan aktivitas susunan saraf pusat, sehingga menurunkan respons terhadap rangsangan emosi dan menenangkan.
Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan kantik berat, mempermudah tidur dan mempertahankan tidur. Terapi dengan obat-obatan sedatif-hipnotik harus di mulai dari dosis kecil. Penggunaan dalam jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan dan over dosis. Rebound insomnia ( efek kebalikan insomnia justru menjadi resisten ) jika penghentian obat dilakukan secara mendadak.
Berbagai studi menunjukan, asupan magnesium dan kalsium yang cukup dapat menangkal insomnia. Dalam hal ini, magnesium berfungsi sebagai penenang pikiran. Perlu kecukupan asupan karbohidrat, karena karbohidrat terbukti dapat memacu pengeluaran serotin. Berupa neurotransmitter otak yang merangsang rasa kantuk. Segelas susu hangat juga terbukti dapat menjadi tidur lebih lelap.Susu banyak mengandung asam amino triptofan, yang dapat memacu pengeluaran serotin dan melatonin.
Beberapa jenis herbal juga dapat mengatasi insomnia, salah satunya adalah valerian yang merupakan tanaman asli dari Eropa, Amerika Utara dan Asia Barat. Valerian telah digunakan sebagai tanaman obat sejak 100 tahun yang lalu, terutama untuk masalah insomnia. Bagian tanaman yang digunakan untuk pengobatan adalah rhizome dan akar. Efek utama valerian adalah untuk mengurangi waktu induksi tidur. Kemampuan menginduksi tidur, tergantung dari besarnya dosis yang di minum dan konsentrasi kandungan yang menjadi standarnya.
Referensi:
OTC DIGEST
Semijurnal farmasi n kesehatan

1 komentar:

  1. apakah penyebab insomnia berhubungan dengan pola makan?

    BalasHapus