Rabu, 07 April 2010

Autisme

  1. Definisi Autisme

Autisme adalah salah satu ( yang paling dikenal ) diantara beberapa gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan keterlambatan dan gangguan yang parah pada beberapa area perkembangan, seperti pada interaksi sosial, komunikasi, dengan orang lain, perilaku bermain, aktivitas sosial, dan minat sehari-hari. Beberapa penyandang autisme juga mengalami retardasi mental taraf sedang.

1. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari ( a ), ( b ), dan ( c ) dengan minimal 2 gejala dari ( a ) dan masing-masing 1 gejala dari ( b ) dan ( c ).

Secara lebih jelas DSM-IV mendefinisikan autisme dengan kriteria berikut:

  1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.

Minimal harus ada 2 gejala dari gejala di bawah ini:

- Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai; kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik yang kurang terarah

- Tidak bisa bermain dengan teman sebaya

- Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain

- Kurangnya hubungan emosi dan sosial yang timbal balik

  1. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, seperti ditunjukkan oleh minimal satu dari gejala-gejala berikut:

- Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang ( tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara )

- Bila bisa bicara, biasanya tidak di pakai untuk berkomunikasi

- Sering menggunakan bahasa yang aneh-aneh dan di ulang-ulang

- Cara bermain kurang bervariasi, kurang imajinasi, dan kurang bisa meniru

  1. Memiliki pola yang dipertahankan dan di ulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala berikut ini:

- Mempertahankan 1 minat atau lebih, dengan cara yang khas dan berlebih-lebihan

- Terpaku pada kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya

- Ada gerakan-gerakan yang aneh, khas, dan di ulang-ulang

- Sering terpukau pada bagian-bagian benda tertentu

  1. Sebelum umur tiga tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang:

- Interaksi sosial

- Berbicara dan berbahasa

- Cara bermain yang kurang variatif

  1. Bukan disebabkan oleh sindroma Rett atau gangguan disintergrasi masa kanak-kanak.

2. Terapi Untuk Anak Autisme

Penatalaksaan yang terpadu harus segera dilakukan jika diagnosa autisme sudah ditegakkan. Dengan tata laksana yang terpadu dan intensif gejala-gejala autisme dapat dikuranngi, bahkan mungkin dihilangkan sehingga penyandangnya diharapkan dapat hidup mandiri dan berbaur dengan masyarakat.

3.Faktor Penentu Keberhasilan Terapi Autisme

* Berat atau ringannya gejala. Semakin berat gejala, terapi semakin sulit berhasil.

* Usia saat mulai terapi. Semakin besar usia anak ketika mulai diterapi maka keberhasilannya semakin menurun.

* Kecerdasan anak. Anak yang mengalami retardasi mental tentu saja memerlukan waktu dan intensitas terapi yang lebih besar dibandingkan penyandang autisme dengan kecerdasan normal.

* Kemampuan berbicara dan berbahasa. Tidak semua penyandang autisme dapat mengembangkan fungsi bicara dan bahasanya. Bagi mereka yang fungsi bahasa dan bicaranya berkembang lebih baik tentu saja proses terapinya lebih mudah.

* Intensitas terapi. Terapi yang lebih sering cenderung akan lebih berhasil.

4. Terapi Pada Anak Autisme

Terapi pada anak autisme yang sebaiknya dilaksanakan secara terpadu antara lain:

- Terapi medikametosa ( terapi dengan obat-obatan )

- Terapi wicara

- Terapi perilaku

- Pendidikan Khusus

- Terapi okupasi ( jika perlu )

Sumber:

Psikologi anak ( Lusi Nuryati, S. Psi., M.Si ), PT indeks, Jakarta 2008.

Gangguan belajar ( gangguan disintegrasi kanak-kanak )

GANGGUAN DISINTEGRASI MASA KANAK-KANAK
Hal yang paling mencolok pada gangguan ini adalah, bahwa anak tersebut telah berkembang dengan sangat baik selama beberapa tahun sebelum terjadi kemunduran yang hebat. Anak tersebut biasanya sudah bicara dengan lancar sehingga kemunduran tersebut bisa sangat dramatis. Bukan saja bicaranya yang mendadak terhenti, tapi mulai menarik diri dan keterampilannya ikut mundur. Perilakunya menjadi sangat cuek dan perilaku cenderung berulang dan stereotipik, gejalanya biasa timbul setelah umut 3 tahun.

www. Autis.info

Gejala dan terapi sindroma asperger

Gejala-gejala umum
* Gangguan keterampilan sosial
Pada umumnya mereka sulit berteman, kesulitan berinteraksi dan seringkali kaku dalam situasi sosial.
• Perilaku eksentrik atau berulang-ulang
Kemungkinan melakukan kondisi gerakan berulang, seperti meremas-remas atau memutar jari tangan.
• Ritual yang tidak biasa
Kemungkinan mengikuti ritual yang selalu diikuti, seperti mengenakan pakaian dengan urutan tertentu.
• Kesulitan komunikasi
Kemungkinan tidak berkontak mata langsung, mereka kesulitan menggunakan ekspresi dan gerakan tubuh. Selain itu, cenderung bermasalah memahami bahasa dalam konteks.
• Keterbatasan ketertarikan
Kemungkinan memiliki keterkaitan intens bahkan terobsesi terhadap beberapa bidang, seperti jadwal olahraga,cuaca, atau peta.
• Masalah koordinasi
Kelihatan ceroboh dan kaku.
• Berbakat
Sangat berbakat di bidang tertentu, seperti musik atau matematika.
• Penyebab
Penyebab pastinya belum diketahui, fakta menunjukkan kecenderungan gangguan ini diturunkan keluarga.

Terapi
Asperger belum bisa disembuhkan sepenuhnya, akan tetapi bisa dilakukan dengan mencoba meningkatkan fungsi dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Biasanya ditangani dengan kombinasi-kombinasi berikut:
- Pendidikan khusus
Memenuhi kebutuhan pendidikan anak yang unik.
- Modifikasi perilaku
Strategi untuk perilaku positif dan mengurangi perilaku bermasalah.
- Terapi bicara, fisik, dan okupasional
Di desain untuk meningkatkan kemampuan fungsional anak.
- Obat-obatan
Tidak ada obat khusus, tapi obat-obatan yang bisa digunakan untuk mengatasi gejala khusus, seperti kecemasan, depresi, serta perilaku yang hiperaktif dan obsesi.

Sumber:

www. health detik.com ( mengenal sindrom asperger )

www. Autis.info


Gangguan belajar ( sindroma asperger )

Gangguan Asperger

Ciri asperger

Asperger merupakan salah satu tipe pervasive development disorder ( PDD ) yang merupakan sekelompok kondisi termasuk keterlambatan perkembangan keahlian dasar seperti keterampilan bersosialisasi, kounikasi, dan imaninasi. Asperger mempunyai kecerdasan normal, kemungkinan mengalami gangguan komunikasi setelah dewasa, anak asperger cenderung mempunyai perkembangan bahasa yang normal.

Kelainan ini ditemukan setelah seorang dokter anak yang berasal dari Australia bernama Hans Asperger menemukan beberapa pola perilaku yang sama dan terjadi pada pasiennya, terutama laki-laki pada tahun 1940. Sindrom asperger adalah kelainan saraf ( neurobiological ) dan merupakan bagian dari autism spectrum disorder. Disebut demikian, karena mengacu pada perkembangan saraf termasuk autisme serta gangguan lain. Asperger memperhatikan bahwa meskipun anak memiliki kecerdasan yang normal, tetapi memiliki gangguan pada keterampilan sosialnya, yaitu tidak dapat berkomunikasi secara efektif dengan orang lain dan memiliki koordinasi yang buruk.

Sekilas penderita sindrom asperger terlihat normal, tidak memiliki gangguan fisik dan punya tingkat kecerdasan yang normal. Masalah baru timbul ketika penderita harus berhubungan dengan orang lain. Penderita terlihat aneh dan memiliki perhatian serta empati ketika berkomunikasi. Penderita tidak tahu arti bahasa tubuh, seperti tersenyum, sedih, dan gembira sehingga orang tidak tahuu bahwa lawan bicaranya pengidap asperger. Kemampuan mengartikan bahasa yang dimiliki juga terbatas dan sering mengulang-ngulang atau memberikan komentar yang tidak relevan. Penderita sangat kaku dan formal, suka memotong pembicaraan orang, berdiri terlalu dekat dan memandang dengan lama lawan bicaranya.

Kelainan ini baru dapat di diagnosis pada saat anak berusia antara 5 sampai 9 tahun, Asperger seringkali sulit di diagnosis dan di obati. Gejalanya seringkali sulit dibedakan, karakteristik yang paling menonjol adalah memiliki interaksi sosial yang buruk, obsesi, pola bicara dan perilakunya yang aneh.


www. health detik.com ( mengenal sindrom asperger )

Minggu, 04 April 2010

gangguan belajar ( Kkomplikasi dan UJI diagnostik )

Komplikasi
- Defisit keterampilan sosial
- Harga diri rendah
- Masalah-masalh emosional dan perilaku ( mis, gangguan tingkah laku, depresi )
- Defisit perhatian atau hiperaktivitas.
Uji diagnostik dan laboratorium
Semakin berat disabilitas belajar,semakin dini disabilitas terdeteksi.
a. Uji inteligensi yang sensitif terhadap latar belakang etnik dan kultural anak ( Wechsler Intelligence Scale for Children – Third edition, Woocock-Johnson Psycho – Educational Battery – Revised Test of Cognotive Abbility )
b. Tes fungsi bahasa dan memori ( Test of Awareness of Language Segments, Rapid Automatized Naming Test )
c. Pengukuran keterampilan persesi visual ( Bender Visual Motor Gestalt Test, Goodenought – Harris Drawing Test )
d. Tes membaca baku ( Standford Diagnostic Reading Tes, Gray Oral Reading Test – Revised )
e. Tes matematika baku ( Key Math – Revised )
f. Tes ekspresi tertulis baku ( Test of Written Spelling – Second Edition )
g. Observasi ruang kelas dan pengkajian perilaku


Referensi:
Cecilly lynn Betz & A, Sowden. Buku saku keperawatan pediatri ed 5

Disabilitas Belajar menurut DSM-IV

Disabilitas belajar, menurut DSM-IV
A. Gangguan membaca
• Pencapaian membaca yang diukur secara individual melalui tes keakuratan membaca atau pemahaman yang baku, secara subtansial berada di bawah nilai yang diharapkan sesuai usia kronologis seseorang, pengukuran inteligensi, dan pendidikan sesuai usia.
• Gangguan pada kriteria di atas secara signifikan mempengaruhi pencapaian akademik atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang memerlukan keterampilan membaca.
• Jika terjadi defisit sensori, kesulitan membaca berada di luar yang biasanya berkaitan dengan hal-hal tersebut.
B. Gangguan matematika
• Kemampuan matematika yang diukur secara individual melalui tes yang baku, secara subtansial berada di bawah nilai yang diharapkan sesuai usia kronologis seseorang, pengukuran inteligensi, dan pendidikan sesuai usia.
• Gangguan pada kriteria di atas secara signifikan mempengaruhi pencapaian akademik atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang memerlukan kemampuan matematika.
• Jika terjadi defisit sensori, kesulitan dalam kemampuan matematika berada di luar yang biasanya berkaitan dengan hal tersebut.
C. Gangguan ekspresi tertulis
* Kemampuan menulis yang diukur secara individual melalui tes baku ( pengkajian fungsional keterampilan menulis ), secara subtansial berada di bawah nilai yang diharapkan sesuai usia kronologis, pengukuran inteligensi, dan pendidikan sesuai usia.
* Gangguan pada kriteria di atas secara signifikan mempengaruhi pencapaian akademik atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang memerlukan komposisi teks tertulis ( misal, secara gramatikal menulis kalimat dengan benar dan mengatur paragraf ).
* Jika terdapat defisit sensori, kesulitan dalam menulis berada di luar yang biasanya berkaitan dengan hal tersebut.
D. Gangguan belajar yang tidak dapat digolongkan lainnya
Tidak ada kriteria spesifik untuk bentuk belajar disabilitas belajar ini. Kesulitan pelajar dalam pencapaian akademik berkaitan dengan masalah-masalah belajar pada tiga area pencapaian: membaca, menulis, dan ekspresi tertulis.

Dari American Psychiatric Association: Diagnostic And statistical manual of mental disorders, ed 4, text revision ( DSM-IV-TR ), Washington, DC, 2000, The Association.

Referensi:

Cecilly lynn Betz & A, Sowden. Buku saku keperawatan pediatri ed 5

gangguan belajar ( insiden n manifestasi klinis )

1. Insidens

- Sekitar 50% pelajar di lembaga pendidikan khusus mengalami disabilitas belajar.

- Sekitar 17.5% pelajar di sekolah umum diperkirakan akan mengalami masalah-masalah belajar untuk membaca

- Angka droup out pelajar sekolah menengah atas yang mengalami disabilitas belajar adalah 1,5 lebih tinggi daripada pelajar yang berada di pendidikan umum, 60%-80% pelajar yang memiliki masalah tersebut adalah laki-laki

- Prevalensi laki-laki atau perempuan yang mengalami gangguan belajar adalah 4:1 dan 5:1

- Disabilitas membaca terhitung sekitar 80% dari semua disabilitas belajar

2. Manisfetasi Klinis

  1. Kesulitan dalam membaca, menulis, atau matematika
  2. Defisit dalam prestasi sekolah
  3. Gagal sekolah
  4. Perilaku mengganggu di kelas
  5. Defisit keterampilan sosial
Masalah-masalah dalam hubungan dengan teman sebaya dan keluarga

Referensi:

Cecilly lynn Betz & A, Sowden. Buku saku keperawatan pediatri ed 5


Mewaspadai Demam Kejang

Kejang demam pada anak balita dapat menyebabkan kerusakan pada otak bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan dan retardasi mental.

1. Kejang Demam Bukan Epilepsi
Demam adalah keluhan pada anak yang sering dijumpai hingga usia 2 tahun, rata-rata menderita demam sekitar 4-6 kali serangan. Secara sederhana, demam di definisikan sebagai “peningkatan suhu tubuh di atas normal”, meski tidak semua kenaikan suhu tubuh disebut sebagai demam. Suhu tubuh di atas 38 C atau di atas 37,5 C per ketiak, dianggap sebagai suhu yang abnormal ( demam ). Riset menunjukkan, demam di bawah suhu 40 C berdampak positif yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan virus.Namun, bila suhu tubuh badan sudah di atas 40 C akan mengganggu fungsi organ, sehingga berisiko kematian.
Hal ini disebabkan karena demam berkaitan dengan peningkatan metabolism, konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida. Penelitian lain menyebutkan selama suhu tubuh tidak melebihi 41,7 C maka kerusakan otak tidak akan terjadi. Suhu tubuh yang tinggi pada anak dapat menimbulkan serangan kejang.Tetapi setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang kejang rendah, pada suhu 38 C pun bisa terjadi kejang. Sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Menurut dr. Dwi P. Widodo, kejang diartikan sebagai kontraksi otot yang berlebihan di luar kehendak. Kejang dapat disertai demam, disebut kejang demam ( KD ), bisa juga tanpa disertai demam. Menurut dr. Dwi, KD dibedakan menjadi 2 jenis. Pertama, KD sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan sama sekali tidak menimbulkan kerusakan otak atau membahayakan jiwa. Kedua, KD kompleks yang berlangsung lebih dari 15 menit dan bisa terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Pada KD kompleks, umumnya anak mempunyai kelainan saraf atau riwayat kejang dari keluarganya.
“ Serangan yang lebih lama dan terus menerus bisa mengganggu pere peredaran darah ke otak, kekurangan oksigen, gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Akhirnya mengakibatkan kerusakan otak. KD berbeda dengan epilepsi, kejang epilepsi terjadi berulang terus menerus dan tanpa diawali demam. Sedangkan KD cenderung tidak berulang, tidak terus menerus dan diawali demam. “Kejang demam biasanya disebabkan oleh penyakit seperti infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran cerna, infeksi saluran kemih atau penyakit lain.
2. Balita Sangat Rawan
KD atau biasa disebut step, umum terjadi pada anak-anak. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya KD adalah:
• Suhu tubuh. Kenaikan susu tubuh adalah pencetus terjadinya KD.
• Usia. Menurut IDAI ( Ikatan Dokter Anak Indonesia ), kejadian KD pada anak usia 6 bulan-5 tahun, yaitu sekitar 2-5%. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah berumur 4 tahun. Hal ini kemungkinan disebkan oleh peningkatan ambang kejang sesuai dengan bertambahnya usia.
• Jenis kelamin. Riset menunjukkan, KD sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan.
• Faktor keturunan. Memegang peranan penting untuk terjadinya KD.
3. Kejang Demam Berakibat Fatal.
KD dapat berakibat fatal, peningkatan susu tubuh akan menyebabkan peningkatan metabolisme basal ( jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh ). Kenaikan suhu tubuh sebesar 1 C, dapat meningkatkan metabolisme basal 10-15%. Sementar itu, kebutuhan oksigen pada otak meningkat sebesar 20%. “Pada usia balita, aliran darah ke otak lebih besar daripada orang dewasa, yakni mencapai 65% dari aliran seluruh tubuh pada balita. Pada orang dewasa 15%, itu sebabnya kenaikan suhu tubuh pada usia balita lebih mudah menyebabkan gangguan pada metabolisme otak. Konsekuensi dari gangguan metabolisme otak adalah keseimbangan sel otak akan terganggu. Akibatnya, terjadi pelepasan muatan listrik yang menyebar ke seluruh jaringan otak.
4. Tips Mengukur Suhu Tubuh
Cara: Mudah mengukur suhu tubuh anak adalah dengan menggunakan thermometer aural yang diletakkan di telinga. Bisa juga dengan menggunakan thermometer standar yang diletakkan di ketiak, mulut atau rectal. Untuk memperoleh angka yang tepat, tambahkan 0,6 C ke angka hasil pengukuran pada ketiak.
5. Gejala Kejang Demam
- Kehilangan kesadaran atau pingsan
- Tubuh, kaki dan tangan menjadi kaku
Biasanya kepala anak terkulai ke belakang, di susul munculnya gerakan kejut yang kuat dan kejang-kejang.
- Kulit, berubah menjadi pucat bahkan kebiruan
Kadang-kadang disertai muntah
- Pada beberapa anak, nafas bisa berhenti beberapa saat
- Tidak bisa mengontrol buang air kecil atau besar


Sumber: OTC DIGEST edisi 34 Tahun III 9 JUNI 2009

Patofisiologi

PATOFISIOLOGI

Disabilitas belajar adalah suatu kelompok gangguan neurologis yang mempengaruhi kemampuan individu untuk menyimpan, memproses, dan menghasilkan informasi. Disabilitas belajar secara signifikan mengganggu pencapaian pendidikan dan prestasi. Hambatan yang ada bisa pada area membaca, menulis, mengeja, atau fungsi-fungsi matematika. Disabilitas belajar yang sering diidentifikasi adalah disabilitas membaca. Inteligensi anak umumnya rata-rata atau atau berada di bawah rata-rata pada anak. Namun, pencapaian akademik terlihat jelas berada di bawah nilai yang diharapkan, sesuai intelektualitas, usia, dan kesempatan pendidikan seseorang.

Faktor-faktor etiologis yang berkaitan dengan disabilitas belajar meliputi predisposisi genetik, cedera perinatal dan kelahiran, dan kondisi-kondisi medis yang tejadi pada masa bayi atau kanak-kanak, seperti cedera kepala, malnutrisi atau keracunan. Retardasi mental, gangguan emosional atau perilaku, dan autisme bukan merupakan disabilitas gangguan belajar. Gangguan lingkungan, sosioekonomi, dan cultural tidak mengakibatkan disabilitas belajar. Menurut DSM IV ( diagnostic and statistical manual of mental retardation Kesulitan belajar menjadi nyata pada tahun-tahun pertama di sekolah dasar ( taman kanak-kanak tahun ketiga ). Diperkirakan 25%-50% anak mengalami gangguan belajar memiliki masalah lain yang mempengaruhi prestasi di sekolahnya.Kondisi yang berkaitan adalah gangguan pemusatan disfungsi perhatian/ atau hiperaktivitas, masalah-masalah memori, emosional dan perilaku, dan masalah-masalah terkait keterampilan sosial.


Referensi:

Cecilly lynn Betz & A, Sowden. Buku saku keperawatan pediatri ed 5