Senin, 10 Januari 2011

Penanganan bencana tsunami di kepulaian Mentawai

Pasca terjadinya tsunami di Mentawai pada 3 bulan yang lalu, sejumlah mahasiswa Psikologi Gunadarma melakukan rehabilitasi metal kepada para korban Sebagaimana di beritakan sebelumnya, Senin (25/10) dua pulau di kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, hancur berkeping-keping di hantam gempa dan diterjang Tsunami setinggi 7 meter. Tsunami berkekuatan 7,2 skala richer telah meluluh lantahkan kepulauan Mentawai. Banyak korban yang berjatuhan, korban tsunami yang selamat akan di ungsikan di berbagai titik tempat pengungsian. Menurut mereka Pasca terjadinya Tsunami banyak korban yang mengalami depresi, trauma, diare, flu, dan lain sebagainya. 30 relawan tersebut mengadakan simulasi dan permainan untuk menghilangkan trauma para korban. Menurut salah satu relawan mahasiswa psikologi Gunadarma, YR (inisial), “Kami mencoba memberikan penanganan untuk anak-anak korban Tsunami di mentawai dengan memberikan keterampilan yang terlatih untuk meningkatkan prestasi. Seperti membuat keterampilan dengan kertas origami (burung-burungan, kapal-kapalan), bermain dengan menggunakan karet gelang dengan berbagai macam bentuk untuk melatih keterampilan motorik, bermain bola dengan fasilitas yang ada di sekitar lingkungan pengungsian. Kami mengajak anak-anak korban Tsunami bermain sambil belajar, dengan begitu mereka tetap mendapatkan pendidikan selama masih berada dalam lingkungan pengungsian.” Menurut koordinator relawan mahasiwa psikologi Gunadarma, Epsi lastiningtyas bahwa penangan sesuai dengan teori wawancara kognitif, ”Ya... kami menerapkan teori wawancara kognitif, untuk menggali informasi dari korban Tsunami agar trauma yang mereka alami tidak sampai pada tahap yang lebih dalam lagi, seperti skizofrenia, terutama pada anak-anak korban Tsunami di Mentawai.” tambahnya. ”Banyak para korban bencana yang mengalami gangguan psikis baik depresi maupun trauma, bukan hanya orang dewasa saja, anak-anak pun mengalaminya. Penanganan yang kami lakukan untuk orang dewasa yaitu dengan terapi kelompok yang bertujuan bahwa bukan hanya satu orang saja yang mengalami kejadian tersebut tetapi masih banyak korban lain yang mengalami bencana tersebut dan sama-sama kehilangan orang yang mereka sayangi. Penanganan selanjutnya kami memakai Cognitive behavior therapy (CBT) yaitu terapi yang mengajak penderita untuk mempelajari bagaimana mencerna atau mempersepsikan peristiwa kehidupannya. Mulai dari persepsi yang tidak rasional menjadi persepsi yang rasional. Agar para korban dapat belajar mengenali masalah secara objektif, berpikir positif dan masalah dari aspek yang sehat. Dengan begitu para korban yang berada dalam pengungsian dapat saling memberi support.” kata salah satu relawan yang ikut dalam memberikan penanganannya.