Jumat, 29 Oktober 2010

Jurnal Psikologi Kelompok

DINAMIKA KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT: Studi Kasus di desa Kertayasa, Boja dan Sukorejo, ( The dynamics of community Forest Farmer Group: Cases Study in villages of Kertayasa, Boja, and Sukorejo )

  1. Latar Belakang

Pembangunan hutan rakyat dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama petani pemilik hutan rakyat, serta menjaga kelestarian hutan yang mengarah pada subtainability, sehingga kegiatan tersebut diharapkan dapat memberi tambahan pendapatan sekaligus lahan-lahan yang tidak atau belum termanfaatkan dapat lebih ditingkatkan manfaat dan produktifitasnya melalui tanaman kayu-kayuan. Berdasarkan tujuan tersebut, pembangunan hutan rakyat tidak dapat dilaksanakan secara perorangan (spasial), tetapi harus secara bersama-sama.

Oleh karena itu dalam pelaksanaannya dilakukan secara terprogam, dan untuk mendukungnya diperlukan penggalangan petani agar dapat melaksanakan program tersebut, dan dibentuk suatu lembaga kemasyarakatan seperti kelompok tani hutan rakyat yang memiliki pengertian sebagai perkumpulan orang-orang (petani) yang tinggal di sekitar hutan.

Kelompok tani yang telah terbentuk diharapkan dapat dijadikan sebagai media untuk berkelompok dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas petani dengan atau tanpa adanya intervensi dari luar sehingga pendapatannya dapat meningkat, dan akhirnya kesejahteraan akan turut meningkat pula, sehingga akan timbul kedinamisan dari kelompok tersebut.

  1. Apa yang Diteliti

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

  • Tingkat kedinamikaan sosial kelompok tani
  • Faktor-faktor dinamika kelompok tani yang masih memerlukan perhatian dan pembinaan lebih lanjut
  • Peranan anggota kelompok tani dalam pengembangan hutan rakyat

3. Menggunakan metode apa (METODOLOGI)

A. Kerangka Analisis

Pembentukan kelompok tani hutan rakyat umumnya merupakan bantuan dari proyek sehingga dengan adanya stimulus tersebut memudahkan untuk mempersatukan anggota kelompok dalam mencapai tujuan bersama yaitu pembangunan hutan rakyat yang mampu meningkatkan kesejahteraaan anggotanya.

B. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi, yaitu desa Kertayasa kabupaten Ciamis, desa Boja kabupaten Cilacap, dan desa Sukorejo kabupaten wonosobo.

C. Jenis dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan dan diperoleh dari laporan-laporan instansi terkait yang berhubungan dengan dengan aspek yang diteliti. Sedangkan data primer langsung diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan.

Seperti yang dikemukakan Djoni dkk (2000), tingkat kedinamisan kelompok tani berdasarkan pendekatan sosiologis tergantung pada beberapa faktor, yaitu:

  1. Diujikan bagaimana

Dengan menggunakan data primer dan data sekunder, data primer langsung diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Analisis dilakukan terhadap petani yang tergabung dalam kelompok tani. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dikumpulkan dan diperoleh dari laporan-laporan instasi terkait yang berhubungan dengan aspek yang diteliti.

5. Hasilnya apa

Kelompok tani hutan di desa Boja memiliki tingkat kedinamisan yang rendah, dinamika kelompok tani hutan desa Kertayasa skornya paling tinggi dibandingkan dengan kelompok tani hutan lainnya untuk jumlah nilai secara keseluruhan. Sedangkan untuk kelompok tani hutan di desa Sukorejo memiliki nilai faktor-faktor dinamika diatas nilai minimum dan dapat diartikan bahwa anggota kelompok tani telah merasakan manfaat terbentuknya kelompok tani tersebut.

  1. Prestasi

Desa Sukorejo merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Mojotengah kabupaten Wonosobo dan telah maju dalam pengembangan hutan rakyatnya, terbukti pada tahun 1983 telah berhasil meraih juara I lomba penghijauan tingkat propinsi Jawa Tengah dan juara II tingkat nasional. Dengan di raihnya predikat juara lomba penghijauan menyebabkan adanya perubahan status kelas kelompok menjadi Kelompok Tani Teladan dan mendapat bantuan proyek P2WK (Proyek Pengembangan Wilayah Khusus) dalam bentuk tanaman kopi dan direspon dengan baik oleh anggota sehingga tanaman kopi ini pun berhasil dan produksinya cukup berlimpah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Kecamatan Majenang Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap. Majenang

Diniyati D, Suyarno, Anas Badrunasar, Tjejep Sutisna 2003. Kajian Sosial Ekonomi Hutan Rakyat di Desa Boja Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap. P(74-95). Prosiding Seminar Sehari. Prospek Pengembangan Hutan Rakyat di Era Otonomi Daerah. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Loka Penelitian dan Pengembangan Hutan Monsoon Ciamis. Cilacap.

Djoni dan Jaenal Abidin. 2000. Dinamika Kelompok di Kalangan Kelompok Tani Pondok Pesantren (PONTREN) Pelaksana Usahatani Model Wanatani di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy. Pengembangan Model Wanatani di DAS Citanduy. Laporan Kajian Kelembagaan, Sosiologis, Ekonomi dan Biofisik. Kerjasama Universitas Siliwangi Dengan Balai RLKT DAS Cimanuk-Citanduy Ditjen RLPS-DEPHUTBUN RI. Tasikmalaya. Tidak diterbitkan.

Soekanto Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Tim Bina Swadaya. 2001. Pengalaman Mendampingi Petani Hutan. Kasus Perhutanan Sosial di Pulau Jawa. PT. Penebar Swadaya. Jakarta


PENINGKATAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN MELALUI PEMBERDAYAAN WANITA NELAYAN

  1. Latar Belakang

Masyarakat nelayan di kawasan pesisir merupakan kelompok masyarakat yang paling tertinggal dalam berbagai sentuhan pembangunan selama ini. Khususnya pada kelompok nelayan tradisional yang dicirikan oleh teknologi produksi yang rendah, sehingga kemampuan akses terhadap produksi (finishing ground) relatif rendah, akibatnya hasil produksi yang diperoleh juga rendah pula. Implikasi dari itu semua, tingkat pendapatan kelompok nelayan ini sangat rendah.

Pada kelompok nelayan tradisional, peranan istri nelayan di tuntut semakin lebih besar dalam mencari alternatif pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Studi ini bertujuan menganalisis peranan wanita nelayan terhadap ketahanan ekonomi rumah tangga serta alternatif kegiatan ekonomi wanita nelayan guna membantu ekonomi keluarga.

  1. Apa yang Diteliti
  1. Profil sosial ekonomi rumah tangga wanita nelayan tradisional
  2. Pola kegiatan istri nelayan
  3. Pendapatan rumah tangga nelayan
  4. Curahan atau alokasi waktu kerja wanita nelayan
  1. Menggunakan metode apa (METODOLOGI)
  1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada akhir tahun 2004 sampai awal 2005 dan dilakukan pada beberapa wilayah pesisir terpilih di Sumatera Barat, dimana terkonsentrasi pemukinan nelayan tradisional, antara lain: Padang, Pariaman, dan Pesisir Selatan.

  1. Sumber dan Jenis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.

- Data primer, diperoleh dari istri (wanita nelayan), melalui wawancara langsung. Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan serta wawancara yang mendalam terhadap informasi kunci (key informan).

- Data sekunder, dari berbagai bahan publikasi, seperti: Susenas, Dinas atau instansi terkait serta hasil penelitian lainnya.

  1. Data Analisis

Analisis data dilakukan dengan dua macam, yaitu: (1) Share wanita nelayan dalam pendapatan rumah tangga, (2) Deskriptif analisis tentang peluang berusaha di Pesisir.

  1. Hasilnya Apa

Berdasarkan hasil studi menunjukkan, bahwa rata-rata wanita yang bekerja adalah sebesar 37,5 angka ini tidak berbeda jauh dari hasil studi pada tahun 1996 (Zein, 2000). Apabila diperhatikan berdasarkan alokasi waktu kerja yang dicurahkan bagi kelompok wanita nelayan yang bekerja tersebut, maka selama 5 jam per hari (20%) dari waktunya dicurahkan untuk kegiatan reproduktif (kegiatan memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian dan mengurus anak dan 6 jam wanita nelayan bekerja dengan yang tidak bekerja, maka curahan waktu kerja untuk kegiatan reproduktif ini lebih banyak pada wanita nelayan yang tidak mempunyai kegiatan ekonomi lainnya.

Konflik dalam pemberdayaan wanita nelayan

1. Masalah paradigma gender yang keliru

Selama ini orang memanndang bahwa wanita adalah makhluk yang lemah, sehingga hanya diberikan posisi pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan fisik.

  1. Rendahnya kualitas SDM

Pada umumnya kualitas SDM memang relatif rendah di pedesaan pantai, dengan demikian porsi pekerjaan yang sesuai mencari porsi pekerjaan kasar.

  1. Kepedulian stakeholders

Stakeholders masih rendah kepeduliannya terhadap wanita nelayan, sehingga kesempatan pekerjaan sangat rendah.

  1. Kurangnya akses modal

Dipedesaan pantai terhadaap akses modal sangat rendah, sehingga upaya pengembangan usaha yang relatif lambat.

  1. Kurangnya kebersamaan

Hal utama yang menjadi kendala dalam pengembangan usaha wanita nelayan adalah kurangnya kebersamaan dan mereka cenderung bekerja sehari-hari.

  1. Ketergantungan terhadap pihak luar

Kegiatan usaha wanita nelayan sangat tergantung dengan pihak luar seperti, ketersediaan bahan baku, organisasi pemasaran, sumber keuangan, tenaga.dll

  1. Kurangnya pemasaran

Produk-produk hasil karya wanita nelayan di pedesaan pantai sangat sulit di pasarkan.

  1. Tergantung dari hasil tangkapan ikan (suami)

Biasanya produk yang dihasilkan wanita nelayan sangat tergantung kepada hasil kegiatan suami sebagai nelayan.

Proses pemberdayaan wanita nelayan

1. Pembentukan Kelompok

Guna meningkatkan usaha nelayan di pedesaan pantai, perlu adanya kelompok yang kokoh, melalui pembinaan dan penguatan kelompok.

2. Perencanaan program

Program haruslah yang rasional dan dapat dilaksanakan oleh seluruh anggota kelompok.

3. Pelaksanaan program

Dengan program yang baik, maka seluruh anggota kelompok pun harus mampu melaksanakan seluruh program dengan konsisten.

4. Agar usaha masyarakat / wanita dapat berjalan dengan sukses, maka peranan

pendamping adalah sangat penting artinya.



DAFTAR PUSTAKA

Aminah. 1982. Peranan Wanita Nelayan dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Nelayan Muncar, Banyuwangi – Jawa Timur. Dalam Prosiding Workshop Sosial Ekonomi Perikanan Indonesia. Cisarua, 2-4 November 1982. Pusat Penelitian da Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. Indonesia (p:151-157).

Jordan. R.E dan neihof A. 1982. Patondu Revisted: A case of Modemization in Fishery, Review of Indonesia an Malayan Affairs (RIMA). Vol 16 (2), 1982 (p:83-108)

Norr, J.L dan K.F Norr, 1991. Womens Satutus in Peasant-level Fishing, society and Natural Resources, vo.5, p:149-163

Yater, L.R, 1983 The Fishermen’s Family: Economic Roles of Women and Children. Dalam Small Scale Fisheries of San Miguel Bay: Philippines: Social aspect of production an marketing (ed.Bailey). ICLARM Technical reports No.9 Manila Philippines

Zein, A. 2000. The Influence of technological Change on Income and Social Struktur in Artisanal Fisheries in Padang, Indonesia. Universitas Bung Hatta Press. Padang. Indonesia

Zein, A. 2005. The Role of Fisher-women on Food Security at the Traditional Fishermen Household of West Sumatra, Indonesia. Makalah pada International Seminar tentang Food Security di Hanoi – Vietnam, 1-7 Mei 2005.


KELOMPOK KECIL

Sebuah studi baru menemukan bahwa kelompok tiga sampai lima orang berperforma lebih baik dibandingkan individu ketika memecahkan masalah yang kompleks. Penelitian yang diterbitkan dalam edisi April Journal of Personality and Social Psychology, menunjukkan bahwa kelompok tiga orang yang mampu memecahkan masalah yang sulit bahkan lebih baik dari individu-individu terbaik bekerja sendirian.

Peneliti peserta 760 mahasiswa dari University of Illinois di Urbana-Champaign surat-untuk memecahkan masalah-nomor kode, bekerja baik secara individu atau sebagai bagian dari kelompok. Penelitian mencatat bahwa ada sejumlah kecil mengejutkan penelitian tentang pengaruh ukuran kelompok pada pemecahan masalah. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kelompok berperforma lebih baik daripada individu pada masalah kesulitan rata-rata. Studi saat ini dinilai kinerja dengan membandingkan jumlah percobaan yang diperlukan untuk memecahkan masalah serta jumlah kesalahan yang dibuat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok ukuran tiga,, empat dan lima dilakukan lebih baik daripada individu untuk memecahkan masalah.

Dalam rilis April 23, 2006 tekan APA, pemimpin peneliti Patrick Laughlin disebabkan peningkatan kinerja kelompok untuk, Penelitian juga "kemampuan orang untuk bekerja sama untuk menghasilkan dan mengadopsi respon yang benar, menolak tanggapan yang keliru, dan memproses informasi secara efektif." berasal keberhasilan kelompok-kelompok kecil di surat-untuk tugas-angka untuk "anggota kelompok gabungan kemampuan mereka dan sumber daya untuk melakukan lebih baik daripada yang terbaik dari jumlah yang setara individu pada tugas kelompok yang sangat intellective saling melengkapi."

Sementara peneliti memiliki hipotesis bahwa kelompok dua akan mengungguli jumlah yang setara individu, hasil penelitian ini benar-benar menunjukkan bahwa kelompok dua orang yang dilakukan pada tingkat yang sama sebagai individu yang bekerja sendirian. Selain itu, sementara kelompok tiga,, empat dan lima orang dilakukan secara signifikan lebih baik daripada jumlah yang setara dengan kelompok "terbaik individu" dan dua orang, tiga kelompok tidak berbeda satu sama lain dalam hal kinerja. Hasil studi ini karena itu menyarankan, "Tiga anggota kelompok yang diperlukan dan cukup untuk kelompok untuk melakukan lebih baik daripada yang terbaik dari jumlah setara individu independen."

Penelitian ini memiliki sejumlah implikasi di bidang akademik, ilmu pengetahuan, kedokteran, dan bisnis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok tiga lebih efisien dan lebih akurat dalam memecahkan masalah-masalah sulit yang sedang memerlukan penggunaan logika, verbal, dan pemahaman kualitatif. Para penulis dari penelitian ini menyarankan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah tiga orang kelompok lebih efektif dalam memecahkan jenis persoalan lain, dan apakah efektif pemecahan masalah dalam suatu kelompok kemudian transfer ke pemecahan masalah individual.


References: Referensi:

Laughlin, P., Hatch, E., Silver, J., & Boh, L. (2006) Grup Lakukan Better Than Individu Terbaik pada Surat-ke Bilangan Masalah-: Pengaruh Ukuran Group, Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, Vol. 90, No. 4. 90, No 4.

"Grup Lakukan Better Than Individu Terbaik di Mengatasi Masalah Kompleks," APA Siaran Pers.

Keahlian dalam pemecahan masalah kelompok: Pengakuan, kombinasi sosial, dan kinerja:. Group Dinamika Teori, Riset, dan Praktek, 4, 277-290.

Bray, RM, Kerr, NL, & Atkin, RS (1978). Bray, RM, Kerr, NL, & Atkin, RS (1978). Pengaruh ukuran kelompok, masalah kesulitan, dan seks pada kinerja kelompok dan reaksi anggota.. Journal of Personality and Psycholog Sosial, 36 y, 1224-1240

Hill, GW (1982). Hill, GW (1982). Kinerja individu versus kelompok: Apakah N _ 1 kepala lebih baik dari satu 517-539? Psychological Bulletin, 91,.

Tindale, RS, & Kameda, T. (2000). Tindale, RS, & Kameda, T. (2000). "Social sharedness" sebagai tema pemersatu untuk pemrosesan informasi dalam kelompok.. Group Proses dan antargolongan Hubungan, 3, 123-140


Keanekaragaman, Konflik, dan Kinerja Pada Kelompok Kerja

Sebuah studi lapangan dari 92 kelompok kerja menjelajahi pengaruh tiga jenis keanekaragaman kelompok kerja (keragaman kategori sosialcategory diversity, value diversity, and informational di-, keragaman nilai, dan keragaman informasi) dan 2 moderator (tipe tugas dan tugas mandiri) pada hasil kelompok kerja.

Keanekaragaman dan konflik

Tiga kategori keanekaragaman discussed in past research on groups: informational diversity,dibahas dalam penelitian terakhir pada kelompok: keragaman informasi,social category diversity, and value diversity. keragaman kategori sosial, dan keragaman nilai. Contohnya, For ex- dua orang dari ras yang berbeda (Keanekaragaman kategori sosial) diversity) may (though not necessarily) have experienced dif- mungkin (meskipun tidak harus) mempunyai pengalaman pendidikan budaya (keragaman informasi) dan consequently espouse different values (value diversity). akibatnya mendukung nilai yang berbeda (keanekaragaman nilai). Setiapof these different kinds of diversity implies different chal- berbagai jenis dari keanekaragaman menyiratkan tantangan yang berbedalenges and opportunities for workgroups, and consequently, dan kesempatan bagi kelompok kerja, dan akibatnya, each should differentially influence workgroup outcomes. harus dapat mempengaruhi hasil kelompok kerja yang berbeda.

keragaman lnformational. keragaman lnformational mengacu basis pengetahuan yang berbeda dan perspektif yang membawa anggota kelompok. Perbedaan-perbedaan tersebut berdiri sebagai fungsi dari perbedaan anggota kelompok seperti pendidikan, pengalaman, dan keahlian. Perbedaan dalam latar belakang pendidikan, pelatihan, dan pengalaman pekerjaan yang mungkin meningkat bermacam-macam perspektif dan opini yang ada dalam kelompok kerja (Stasser, 1992). Recent research has demon-

Hipotesis la (Hla):

Perbedaan informasional akan meningkatkan konflik tugas dalam kelompok kerja. Kelompok kerja mempunyai alasan sering gagal menyadari kemampuan potensial dari keanekaragaman informasi dan konflik tugas. Pertama, Organisasi yang sering menjawab kecenderungan kelompok-kelompok untuk membentuk based on shared social networks (ie, similarity, proximity, berdasarkan pada jaringan sosial bersama (misalnya, kesamaan, kedekatan, familiarity) by creating cross-functional teams, or teams with keakraban) dengan membuat-tim lintas fungsional, atau tim dengan members of different functional training, to enhance the in- anggota pelatihan fungsional yang berbeda, untuk meningkatkan keragaman informasi tersedia pada kelompok (Northcraft., 1995). 1995). Alasan kedua sering gagal menyadari /manfaat informational diversity is that what makes a group informa- dari keragaman informasi yang membuat sebuah kelompok informasitionally diverse may also prevent the group from realizing the yang juga mencegah kelompok dari mewujudkan benefits of its informational diversity. manfaat dari keragaman informasinya. Disagreements in Perselisihan dalamworkgroups could be disagreements about task content (task kelompok kerja bisa menjadi pertentangan tentang isi tugas (conflict), but they could also be disagreements about how to konflik tugas), tetapi mereka juga bisa menjadi perselisihan tentang bagaimanado the task or how to delegate resources, reflecting process melakukan tugas atau cara untuk mendelegasikan sumber daya, yang mencerminkan prosesconflict (Jehn, 1997). konflik (Jehn, 1997). For example, a group member with an Sebagai contoh, seorang anggota kelompok dengan engineering background will probably want to proceed differ- latar belakang teknik mungkin ingin diproses berbeda (dalam hal bagaimana mengidentifikasi potensi program aksiand choose among them) than a group member with a mar- dan memilih di antara mereka) dari anggota kelompok dengan sebuahketing or accounting background. latar belakang marketing atau akuntansi.

Hypothesis 1.b (Hlb):

Keragaman informasi akan meningkatkan proses konflik dalam kelompok kerja.

keragaman kategori sosial. kategori keragaman sosial merujuk pada perbedaan eksplisitamong group members in social category membership, such antara anggota kelompok dalam keanggotaan kategori sosial, seperti as race, gender, and ethnicity (Jackson, 1992; Pelled, 1996a). seperti ras, gender, dan etnis (Jackson, 1992; Pelled, 1996a). Keanggotaan kategori sosial secara eksplisit menetapkan karakteristikparticularly salient basis by which individuals can categorize terutama yang menonjol dasar dimana individu dapat mengkategorikanthemselves and others. diri sendiri dan orang lain. Permusuhan dalam kelompok ini muncul ke permukaan sebagai hubungan anataraconflict-conflict over workgroup members' personal prefer- konflik-konflik anggota 'pribadi dengan memilih kelompok kerja atau perselisihan dalam interaksi interpersonaltypically about nonwork issues such as gossip, social events, biasanya sekitar isu-isu yang bukan pekerjaan seperti gosip, kegiatan sosial,or religious preferences (Jehn, 1995, 1997). atau agama. (Jehn, 1995, 1997).

Hipotesis 2 (H2):

Keragaman Social category diversity will increase relation- kategori sosial akan meningkatkan hubunganship conflict in workgroups. konflik di kelompok kerja.

Nilai keanekaragaman. Nilai keragaman terjadi ketika anggotaworkgroup differ in terms of what they think the group's real dari kelompok kerja berbeda dalam hal apa yang mereka pikir dari kelompok yang nyata task, goal, target, or mission should be. dalam tugas kelompok kerja, tujuan, target, atau misi seharusnya. Sebagai contoh, anggota kelompok yang nilai effectiveness (eg, quality) are likely to have disagreementsefektivitas (misalnya, kualitas) cenderung memiliki perselisihan tentang tugas dan alokasi sumber daya dengan anggota kelompok yang value efficiency (eg, units produced). nilai efisiensi (misalnya, unit diproduksi). In addition, similarity

Hipotesis 3 (H3):

Value diversity will increase task conflict, pro-Nilai keanekaragaman akan meningkatkan konflik pekerjaan, proses konflik, dan hubungan konflik dalam kelompok kerja.

Keanekaragaman dan Kinerja

Penelitian menangani faktor penentu kinerja kelompokin organizations suggests that success often hinges on the dalam organisasi yang menunjukkan keberhasilan yang sering bergantung padaability of the workgroup to embrace, experience, and man- kemampuan kelompok kerja untuk mencakup, pengalaman, dan mengatur (dari pada menghindari) perselisihan yang timbul (Tjosvold, 1991 1991; ; Gruenfeld et al., 1996). Gruenfeld et al., 1996. Considerable evidence points) Schwenk dan Valacich (1 994) menemukan bahwa mengevaluasi dan mengkritik konflik yang menggunakan tentang keputusan tugas yang dihasilkan lebih baik decisions in workgroups than when members avoided con- dalam kelompok kerja dari pada anggota yang menghindariflicts or smoothed over their disagreements. konflik atau mengurangi perselisihan mereka. Dampak negatif dari keragaman nilai dan kategori sosial (yaitu, increased relationship conflict), similarity is likely to be momeningkatkan hubungan konflik), kesamaan cenderung paling effective in the areas of value and social category diversity.efektif dalam bidang nilai dan keragaman kategori sosial.In effect, low value diversity and low social category diver- Akibatnya, keragaman yang rendah nilai dan rendah keragaman kategori sosial menciptakan kondisi untuk sebuah kelompok kerja untuk mengambil keuntungan dari keragaman its informational diversity, which should be reflected in work-informasinya, yang dapat dicerminkan dalam kinerja kelompok kerja.

Hipotesis 4 (H4):

The effects of informational diversity on work-Pengaruh keanekaragaman informasi pada pekerjaan group performance will be moderated by value diversity and socialkinerja kelompok akan dipandu oleh keanekaragaman nilai dan sosialcategory diversity within the group; informational diversity is more kategori keragaman dalam kelompok; keanekaragaman informasi lebihlikely to increase workgroup performance when value diversity and cenderung meningkat kinerja workgroup ketika nilai keragaman dan social category diversity in the group are low than when they arekeragaman sosial kategori dalam kelompok rendah daripada ketika merekahigh. Tinggi.

Kinerja tidak hanya hasil yang menarik bagi organisasi kelompok kerja. Also at stake are the morale and commit- Para pekerja juga mempertaruhkan moral dan komitmenment of the workers, which have long-term implications for, yang memiliki implikasi jangka panjang untuk group performance as well as for costs associated with ab- kinerja kelompok yang baik untuk biaya yang berkaitan dengan ketidakhadiran dan keterlambatan kerja.

Hipotesis 5 5 (H5): (H5):

High value diversity and social category diver-Nilai tinggi keragaman dan keragaman kategori sosialsity will decrease worker morale. akan menurunkan moral pekerja.

Moderator dari Efek Keanekaragaman

Ketika suatu tugas kompleks dan tidak mengerti dengan baik, bagaimanapun juga, membahas dan berdebat bersaing secara perspektif dan pendekatan sangat penting bagi anggota kelompok untukidentify appropriate task strategies and to increase the accu- mengidentifikasi strategi-strategi tugas yang sesuai dan untuk meningkatkan ketelitian dalam 'penilaian situasi anggota (misalnya, Fiol, 1994; Amason and Schweiger, 1994; Putnam, 1994; Jehn, 1994; Amason dan Schweiger, 1994; Putnam, 1994; Jehn, 1995). 1995). Such complex tasks require problem solving, have aSeperti tugas kompleks semacam itu memerlukan pemecahan masalah, memilikihigh degree of uncertainty, and have few set procedures tingkat ketidakpastian yang tinggi, dan memiliki beberapa (Van de Ven, Delbecq, and Koenig, 1976), while routine tasks prosedur yang mengatur ketika tugas rutin have a low level of variability, are repetitive (Hall, 19721, andmemiliki tingkat rendah variabilitas, yang berulang (Hall, 19721) are generally familiar and done the same way each time umumnya sangat akrab dan dilakukan dengan cara yang sama setiap kali (Thompson, 1967). (Thompson, 1967). The constructive discussions and debates

Hipotesis 6 (H6):

Informational diversity is more likely to increase keanekaragaman Informational lebih mungkin untuk meningkatkan workgroup performance when tasks are complex rather than rou- kinerja kelompok kerja ketika tugas-tugas yang kompleks daripada yang rutin.

Sebelum penelitian juga menunjukkan bahwa tugas yang saling ketergantungan dapat influence diversity effects in workgroups. mempengaruhi keanekaragaman efek dalam kelompok kerja. Task interdepen- Tugas yang saling tergantung adalah sejauh mana anggota kelompok mengandalkan untuk menyelesaikan pekerjaan satu dengan yanganother to complete their jobs (Van de Ven, Delbecq, and lainnya (Van de Ven, Delbecq, dan Koenig, 1976). Koenig, 1976). Pengaruh keanekaragaman nilai dan social category diversity will be exacerbated when tasks are keragaman kategori sosial akan diperburuk bila tugasinterdependent: saling bergantung:

Hypothesis 7 (H7): Hipotesis 7 (H7):

The moderating effects of value diversity and Pengaruh yang tidak berlebihan dari keragaman nilai dan social category diversity on the relationship between informational keanekaragaman kategori sosial pada hubungan antara keragaman informasidiversity and workgroup performance will be stronger when tasks dan kinerja kelompok kerja akan lebih kuat ketika tugasare interdependent rather than independent. saling terikat dibandingkan tugas yang bebas.

Hipotesis 8 (H8):

Keanekaragaman Value diversity and social category diversity willnilai dan keragaman kategori sosial akanbe more likely to decrease morale when tasks are interdependent lebih cenderung menurunkan moral ketika tugas saling terikat daripada independen.

Mediator Efek Keanekaragaman

Hubungan dan prosesconflict have been negatively linked to performance and mo- konflik yang negatif dikaitkan dengan kinerja dan morale, while task conflict has been shown to have positive ef-ral, sedangkan konflik tugas telah terbukti memiliki dampak positif pada kinerja (Jehn, 1995, 1997; Amason, 1996). Therefore, we propose the following hypotheses: Oleh karena itu, kami mengusulkan hipotesis berikut:

Hipotesis 9a (H9a):

Task conflict will mediate the effects of infor-konflik tugas akan menengahi efek dari keanekaragaman informasi terhadap kinerja kelompok kerja.

Hypothesis 9b (H9b):Hipotesis 9b (H9b):

Process conflict will mediate the effects ofProses konflik akan dimediasi dari efek informational diversity on workgroup performance. keanekaragaman informasi terhadap kinerja kelompok kerja.

Hypothesis 9c (H9c):Hipotesis 9c (H9c):

Process conflict will mediate the effects ofProses konflik akan memediasi efek value diversity on worker morale. nilai keanekaragaman terhadap moral pekerja.

Hypothesis 9d (H9d):Hipotesis 9d (H9d):

Relationship conflict will mediate the effectsHubungan konflik akan memediasi efek of value diversity and social category diversity on worker morale. keragaman nilai dan keragaman kategori sosial terhadap moral pekerja.

The hypotheses were tested in a field study of organizationalHipotesis diuji dalam studi bidang organisasigroups. Kelompok.

METODE

Research Site and Sample Situs dan Sampel Penelitian

Sampel terdiri dari 545 karyawan di satu darithree firms in the household goods moving industry. tiga perusahaan teratas di industri barang-barang rumah tangga bergerak. Thesample (as reported in Jehn, 1995) was taken from the inter-Sampel (sebagaimana dilaporkan dalam Jehn, 1995) diambil dari antarnational headquarters for this firm, which houses all func- kantor pusat nasional untuk perusahaan ini, yang menampung semua fungsitional areas: divisions include marketing and sales, account- wilayah nasional: divisi meliputi pemasaran dan penjualan, accounting ing, information systems, domestic and international, sistem informasi, domestik dan operations, etc. The featured diversity constructs and mea- operasi internasional, dll. Sebuah unit pekerjaan unit is defined in the organization as a group in which all per-didefinisikan dalam organisasi sebagai sebuah kelompok di mana semua sonnel report directly to the same supervisor and interpersonil melaporkan langsung kepada pengawas yang sama dan berinteraksi untuk complete unit tasks. menyelesaikan tugas-tugas unit.

Survei

Survei ini terdiri dari 85-laporan diri, gaya pertanyaan Likert, randomly ordered. memerintahkan secara acak. We used personnel records to verify the Kami menggunakan catatan pribadi untuk memverifikasi demographic information collected by the survey and, at theinformasi demografi yang dikumpulkan oleh survei dan, di same time, collected archival data, such as performance ap-waktu yang sama, mengumpulkan data arsip, seperti kinerja praisals and departmental output reports. Appraisal dan laporan pengeluaran dari departemen. Sixty supervisors, Enam puluh pengawas, managers, and vice presidents received and returned a manajer, dan wakil presiden yang diterima dan kembalipacket of materials to evaluate their work unit(s). paket bahan untuk mengevaluasi unit kerja mreka (s). Information Informasi collected in this packet included organizational charts, group dikumpulkan dalam paket ini termasuk bagian dari organisasi, kelompok and individual effectiveness ratings, and departmental output dan individu peringkat efektivitas, dan laporan pengeluaran departemen reports..

Tindakan Diversity. Keanekaragaman

Persepsi terhadap nilai perbedaan di antara anggota kelompokwas measured by six 5-point Likert scales anchored by 1 diukur dengan enam poin pada skala Likert-5 berlabuh dengan 1 = = "Strongly disagree" and 5 "Sangat tidak setuju" dan 5 = = "Strongly agree." "Sangat setuju." Members Anggota were asked if the values of all group members were similar, diminta jika nilai dari seluruh anggota kelompok adalah serupa, if the work unit as a whole had similar work values, if thejika unit kerja secara keseluruhan mempunyai nilai kerja sama, jikawork unit as a whole had similar goals, whether members unit kerja secara keseluruhan memiliki tujuan yang sama, apakah anggota had strongly held beliefs about what was important withintelah memegang keyakinan kuat tentang apa yang penting dalam the work unit, whether members had similar goals, and if -all unit kerja, apakah anggota memiliki tujuan yang sama, dan jika-semua members agreed on what was important to the group. anggota setuju pada apa yang penting bagi kelompok. Th koefisien alpha untuk skala ini adalah 0,85.

Seperti biasa dalam pengobatan variabel kategori, kita menggunakan indeks berbasis entropi (Teachman, 1980; Ancona dan Caldwell, 1992) untuk membentuk jumlah total informasi dan keragaman kategori sosial dalam kelompok kerja:

Jika karakteristik demografi is not represented in the team, the value assigned is zero. tidak ditunjukkan dalam tim, nilai yang diberikan adalah nol. Thus, the diversity index represents the sum of the productsDitambah, indeks keanekaragaman merupakan jumlah dari produkof each characteristic's proportion in the work unit's makeup dari karakteristik proporsi masing-masing yang membuat unit kerja dan tercatat alami dari proporsinya. The higher the diversity Semakin tinggi keragaman index, the greater the distribution of characteristics within indeks, semakin besar distribusi karakteristik dalam the work unit. unit kerja.

Hasil

H1a : Keragaman informasi secara positif berkaitan dengan konflik tugas dalam keompok kerja.

H1b : memprediksi keragaman informasi dapat meningkatkan proses konflik, bukan mendukung.

Keragaman informasi dan nilai dijelaskan 13,9 persen dari variasi konflik tugas.

H2 : Keragaman kategori sosial dan keragaman nilai ditunjukkan 21.9 persent dari variasi dalam hubungan konflik dengan kelompok.

H3 : keragaman nilai secara positif dan signifikan berkaitan dengan semua tiga tipe konflik. Keanekaragaman nilai sendiri menjelaskan 10.3 persen dari proses konflik dengan kelompok kerja.

H4 : keragaman nilai dimoderasi dari efek keragaman infoirmasi dalam kinerja sebenarnya dan efisiensi; keragaman informasi pada tingkat rendah akan lebih berpengaruh ketika keragaman nilai mencapai tingkat tinggi.

H5 : Keragaman informasi secara positif berkaitan dengan efisiensi keragaman kategori sosial yang rendah. Hubungan hipotesis menjelaskan diantara 6.6 persen (efisiensi kelompok kerja) dan 37.8 persen (komitmen dari kelompok kerja) dari kinerja kelompok dan moral para pekerja.

H6 : Interaksi dari keragaman informasi dan tipe tugas. Secara signifikan untuk mengukur tiga dari kelompok kerja yaitu menyadari kinerja, actual, dan efisiensi; keragaman informasi lebih meningkatkan kinerja ketika tugas selesai.

H7 : mengurangi efek dari keragaman nilai dan keragaman kategori sosial dalam hubungannya diantara keragaman informasi dan kinerja kelompok kerja yang lebih kuat ketika tugas yang saling terikat meningkat.

H8 : memprediksi bahwa keragaman nilai dan keragaman kategori sosial ketika tugasnya saling terkait meningkat.

H9a : memprediksi bahwa konflik tugas dapat dimediasi efek dari keragaman informasi dalam kinerja kelompok kerja.

H9b : Hasil tidak dikonfirmasi. Bahwa proses konflik akan dimediasi dari efek keragaman informasi kedalam kinerja kelompok kerja.

H9c : Hasil di konfirmasikan. Proses konflik akan memediasi dari efek keragaman nilai untuk moral pekerja.

H9d : Hubungan konflik dapat memediasi efek dari keragaman nilai dan keragaman kategori sosial untuk moral pekerja.

REFERENCES

Amabile, Teresa M. 1994 "The atmosphere of pure work: Creativity in research and development." In William R. Shadish and Steve Fuller et al. al. (eds.), The Social Psychology of Science: 31 6-328. New York: Guilford Press.

Amason, Allen C. 1996 "Distinguishing the effects of functional and dysfunctional conflict on strategic decision making: Resolving a paradox for top management teams." Academy of Management Journal, 39: 123-1 48. and Harry J. Sapienza 1997 "The effects of top management team size and interaction norms on cognitive and affective conflict." Journal of Management, 23: 495-516.

Amason, Allen C., and David M. Schweiger 1994 "Resolving the paradox of conflict, strategic decision making and organizational performance." International Journal of Conflict management, 5: 239-253. Items were reverse-

1 komentar:

  1. Thanks for Sharing your Information. Great website, continue the good work!

    Visit Us

    BalasHapus